MAKALAH PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
“ISLAM
SEBAGAI ILMU”
Disusun Oleh :
Nama :
Afinda Nofi Nurfiyana
NIM :
5302414041
Prodi :
PTIK
Jurusan : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Islam sebagai
Ilmu” tanpa ada halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam
Penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Mukhamad Shokheh selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam, serta
keluarga dan kerabat penulis yang telah membantu dan memberi dukungan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis
sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis berharap
kritik dan saran semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan seluruh pembaca
pada umumnya.
Semarang,
Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.
BAB I
PENDAHULUAN
II.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
ISLAM AGAMA
YANG SEMPURNA
b.
KEDUDUKAN ILMU MENURUT ISLAM
c.
MEMAHAMI ISLAM SECARA KOMPREHENSIF
d.
ISLAM SEBAGAI ILMU
III.
BAB III
PENUTUP
a. KESIMPULAN
b. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
Ilmu secara terminologi merupakan pengantar bagi
pencapaian manusia dalam tingkatannya, tergantung seberapa besar kuantitas dan
kualitas ilmu tersebut dicapai menuju kesempurnaan yang menjadi dambaan bagi
seluruh manusia.
Teori pengetahuan menurut Islam tidak hanya menonjolkan
sudut pandang yang khusus dari mana kaum Muslim memandang ilmu, akan tetapi
juga menekankan keharusan yang mendesak untuk mencari ilmu. Seperti diketahui,
perintah Allah yang pertama kepada Nabi Saw yakni wahyu pertama “Iqra’’.
Selain itu, Islam memandang bahwa membaca itu bukan hanya pintu menuju ilmu,
akan tetapi juga cara untuk mengetahui dan menyadari tentang Allah Swt.
Islam adalah agama yang dianut oleh sebagian besar
manusia di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin
kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu
sendi utama yang esensial: Berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang
sebaik-baiknya.
Allah berfirman,
” Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk menuju
jalan yang sebaik-baiknya.” (QS. 17:9).
Kita yakini sepenuh hati, bahwa konsep apapun di dalam
Islam akan membawa pada kemaslahatan hidup di dunia dan jaminan kebahagiaan di
akhirat, termasuk konsep Pendidikan.
Islam bagaikan sebuah bangunan yang sempurna dengan
fondasi aqidah yang kuat dan sendi tiangnya berupa ibadah kepada Allah Swt yang
diperindah dengan akhlak mulia. Sedangkan peraturan dalam syari’at Allah adalah
yang memperkuat bangunan tersebut. Manakala dakwah dan jihad merupakan pagar-pagar
yang menjaga dari kerusakan musuh-musuh Islam.
Islam memperhatikan suatu keseimbangan dimana Islam
sebagai ad-diin, tidak hanya mengejar kepentingan akhirat, tapi juga
kepentingan dunia. Islam menggambarkan suatu keutuhan dan kesatuan dengan
berbagai aspek. Kesempurnaan Islam digambarkan dengan pengertian ad-Diin
itu sendiri dimana Islam memperhatikan perdamaian, kehidupan yang zuhud,
optimisme, mencari kepentingan dunia, mengatur kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, negara dan dunia secara keseluruhan.
Pada satu tingkat, memahami Islam adalah urusan yang
sederhana. Islam bertujuan menciptakan “perdamaian” melalui kepasrahan kepada
“kehendak Illahi” inilah hakikat makna Islam. Tujuan ini dicapai melalui
keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan mengakui kerasulan Muhammad Saw yang
diikrarkan melalui dua kalimah Syahadat. Aspek-aspek ritual keimanan, yang kita
kenal dengan Rukun Iman dikemas dalam ibadah-ibadah pokok yang dikenal sebagai
Rukun Islam.
Di
dalam makalah Islam Sebagai Ilmu ini, penulis akan mengulas sedikit tentang Islam
yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dibahas juga
tentang kedudukan ilmu menurut islam, memahami
islam secara komprehensif. Selanjutnya
mengulas tentang Islam sebagai Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ISLAM AGAMA YANG SEMPURNA
Islam adalah agama yang sempurna. Sempurna dalam tempat
(Syumuliyah al-Makaan), sempurna dalam waktu (Syumuliyah Az-Zaman)
dan sempurna dalam minhaj/pedoman (Syumuliyah al-Minhaj).
- Sempurna dalam tempat maksudnya semua tempat
di muka bumi ini adalah tempat yang sesuai dengan Islam. Demikian pula,
siapapun orangnya dan dari mana asalnya tetap di bawah naungan Islam. Semuanya
itu adalah ciptaaan Allah yang satu, sehingga semua ciptaan-Nya diketahui oleh
Sang Pencipta. Satunya pencipta berarti satunya makhluk atau alam, maka Islam
sesuai dengan semua ciptaan-Nya. Quraish Shihab menyebutnya, Universalisme
Islam.
- Islam sempurna dalam waktu, maksudnya adalah
bahwa Risalah Islam abadi sepanjang masa. Mulai dari Nabi Adam AS, sampai
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi. Dan Islam ini tetap sesuai
dengan kebutuhan manusia hingga akhir zaman. Karena Islam bukan buatan Para
Nabi, tetapi buatan yang membuat manusia, sehingga sesuai dengan fitrah manusia.
- Islam sebagai minhaj yang sempurna didasari
kepada asas akidah, dibina dari akhlak dan ibadah kemudian didukung oleh dakwah
dan jihad. Asas dari Islam adalah aqidah. Ini merupakan dasar dari bangunan
Islam. Tanpa akidah maka tidak akan kuat, seperti halnya rumah yang tanpa
fondasi.
Islam bagaikan sebuah bangunan yang sempurna dengan
fondasi aqidah yang kuat dan sendi tiangnya berupa ibadah kepada Allah Swt yang
diperindah dengan akhlak mulia. Sedangkan peraturan dalam syari’at Allah adalah
yang memperkuat bangunan tersebut. Manakala dakwah dan jihad merupakan
pagar-pagar yang menjaga dari kerusakan musuh-musuh Islam.
Islam memperhatikan suatu keseimbangan dimana Islam
sebagai ad-diin, tidak hanya mengejar kepentingan akhirat, tapi juga
kepentingan dunia. Islam menggambarkan suatu keutuhan dan kesatuan dengan
berbagai aspek. Kesempurnaan Islam digambarkan dengan pengertian ad-Diin
itu sendiri dimana Islam memperhatikan perdamaian, kehidupan yang zuhud,
optimisme, mencari kepentingan dunia, mengatur kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, negara dan dunia secara keseluruhan.
Sehingga Islam adalah agama yang komprehensif yang
mengatur semua yang ada di alam ini agar kembali kepada hukum Allah, pencipta
alam ini. Sehingga H.A.R Gibb di dalam bukunya Whither Islam, menyatakan
“Islam is indeed much more than a system of theology,it is a complete
civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia
adalah sebuah peradaban yang sempurna).
Pada satu tingkat, memahami Islam adalah urusan yang sederhana.
Islam bertujuan menciptakan “perdamaian” melalui kepasrahan kepada “kehendak
Illahi” inilah hakikat makna Islam. Tujuan ini dicapai melalui keimanan kepada
Allah Yang Maha Esa dan mengakui kerasulan Muhammad Saw yang diikrarkan melalui
dua kalimah Syahadat. Aspek-aspek ritual keimanan, yang kita kenal dengan Rukun
Iman dikemas dalam ibadah-ibadah pokok yang dikenal sebagai Rukun Islam.
Tetapi Islam tidak berhenti pada lima rukun itu saja.
Ini, seperti pernah dikatakan oleh Fazlur Rahman sebagai “Islam Minimal”.
Dibalik tingkat keimanan dan ritual-ritual itu, Islam merupakan suatu pandangan
dunia (World View) , kebudayaan, dan peradaban yang canggih. Aspek-aspek
Islam ini tampak jelas sekali dalam deskripsi Islam tentang dirinya sendiri: Din.
Karena itu, Islam bukanlah sekedar seperangkat keimanan
dan ibadah, ia adalah sebuah sistem yang menyeluruh menyangkut pemikiran dan
tindakan. Sebuah sistem yang memanifestasikan kebudayaannya sendiri, yang
menghasilkan peradaban khasnya dan yang membentuk wawasan para penganutnya
mengenai setiap aspek upaya manusia. Pada tingkat inilah, memahami Islam
memerlukan lebih banyak upaya.
Juga pada tingkat inilah, tingkat yang berada di luar
kesalehan individual dan pemenuhan spiritual, deklarasi keimanan diterjemahkan
ke dalam aksi sosial, dan pandangan dunia Islam membentuk masyarakat dan
peradaban Islam. Syahadat itu lebih dari sekedar afirmasi verbal atas keimanan:
ia adalah langkah pertama dari suatu perjalanan ke arah upaya-upaya fisik,
sosial, kultural, dan intelektual untuk menerjemahkan deklarasi keimanan bahwa
“Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya” ke dalam
tindakan. Islam menuntut para pengikutnya untuk membangun kehidupan dan
masyarakat mereka, pemikiran dan tindakan mereka, menurut prinsip-prinsip dan
ajaran-ajaran Islam.
Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam, mengungkapkan bahwa
pusat keimanan Islam memang Allah, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia.
Dengan demikian Islam menjadikan tauhid sebagai pusat dari semua orientasi
nilai, sementara pada saat yang sama melihat manusia sebagai tujuan dari
transformasi nilai. Dalam konteks inilah Islam disebut sebagai Rahmatan
lil’alamin, rahmat untuk alam semesta, termasuk untuk kemanusiaan. Makanya
kenapa di dalam Islam, Iman senantiasa digandengkan dengan amal, tepatnya
trilogi; Iman, Ilmu dan amal.
Berangkat dari hal-hal tersebut di ataslah menurut
hemat penulis, Islam sangat layak dijadikan Paradigma untuk ragam diskursus
pemikiran apapun, termasuk dalam hal Pendidikan yang selama ini para ahli lebih
banyak memakai teori pendidikan barat. Yang bisa jadi dalam situasi dan kondisi
tertentu kontraindikasi, dengan konsep Pendidikan di dalam Islam.
B.
KEDUDUKAN ILMU MENURUT ISLAM
Ilmu menempati kedudukan
yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat
Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya
disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk
terus menuntut ilmu.
Didalam Al-qur’an, kata
ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-qur’an sangat kental dengan nuansa
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting
dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani (1995; 39)
sebagai berikut ;
‘’Salah satu ciri yang
membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu
(sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan
mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi’’
Allah s.w.t berfirman dalam
AL qur’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“Allah meninggikan
baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan
orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”
ayat di atas dengan jelas
menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh
kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong
untuk menuntut Ilmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar
betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah
bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan fuirman Allah:
“sesungguhnya yang takut
kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat
faatir:28)
Disamping ayat –ayat Qur’an
yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, qur’an juga mendorong
umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam Al-qur’an
sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah, tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai
salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak
awal menekeankan pentingnya membaca.
Sebagaimana terlihat dari firman Allah yang
pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5 yang
artuinya:
“bacalah dengan meyebut
nama tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan Kamu
dari segummpal darah .
Bacalah,dan tuhanmulah yang
paling pemurah.
Yang mengajar (manusia )
dengan perantara kala .
Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahui.”
Ayat –ayat trersebut, jelas
merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut
ilmu,untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan
tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh
aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak
bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal, sehingga
Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan
membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan
amal.
Di samping ayat –ayat
Al-qur’an, banyak nyajuga hadis yang memberikan dorongan kuat untukmenuntut
Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u Ashogir
(Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah ilmu walai sampai
ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap
muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai
ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela
atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di
atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu, dimana menuntut ilmu
menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.
C.
MEMAHAMI
ISLAM SECARA KOMPREHENSIF
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar
orang berpendapat tentang Islam, atau
menyaksikan orang yang mengamalkan ajaran Islam. Kadang-kadang kita menyaksikan
ada pendapatnya yang ekstrim, yang longgar, bahkan ada yang serba boleh. Ada
juga penilaian orang luar Islam terhadap islam yang terkesan miring bahkan negative, di samping
tidak sedikit yang netral dan fair.
Untuk memahami islam secara utuh (komprehenshif),
memang tidak dapat hanya dengan mengandalkan satu pendapat. Orang memahami
islam dari sudut tafsir al-Qur’an saja,
tanpa mempertimbangkan hal-hal yang lain, maka keislamannya dianggap parsial.
Demikian juga, mengamalkan Islam dari sudut pandang hukum fiqih semata, juga
akan tidak utuh. Dengan demikian, untuk memahami islam secara benar dapat
ditempuh dengan beberapa cara yaitu:
Pertama, Islam harus dipelajari dari sumber yang asli,
yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kekeliruan memahami islam adalah karena orang
yang hanya mengenalnya dari sebagian
ulama dan pemeluknya yang telah jauh
dari bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau melalui pengenalan dari
kitab-kitab fiqih dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
Kedua, Islam
harus dapat dipelajari secara integral, tidak parsial, artinya ia dipelajari
secara menyeluruh sebagai suatu kesatuan yang bulat. Memahami Islam secara
parsial akan menimbulkna sikap skeptic, bimbang, dan tidak pasti.
Ketiga, Islam
perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama’ besar, kaum
zua’ma dan sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya mereka telah memiliki
pemahaman tentang islam yang menyeluruh.
D.
ISLAM
SEBAGAI ILMU
Kini kita sampai pada uraian yang menggambarkan
praktik islam sebagai ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan. Dalam hubungan
ini, terdapat sejumlah pendekatan yang dapat digunakan.
Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara
menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiologi),
tanpa mempersalahkan aspek ontologism
dan epistemology ilmu pengetahuan tersebut.
Dengan kata lain, ilmu
pengetahuan dan teknologinya tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan
adalah orang yang mempergunakannya. Cara ini melihat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan hanya sebagai beberapa etika
Islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan criteria pemilihan suatu jenis
ilmu pengetahuan yang akan dikembangkannya.
Dengan kata lain, Islamisasi pengetahuan dalam cara
yang pertama ini yaitu melihat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti
produksinay adalah netral. Pengaruh keagamaan seorang yang menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi jelas amat dibutuhkan jika dipadukan dengan keahlian
dan ketelitian masing-masing.
Kedua,
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukan
nilai-nilai Islami ke dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh
muatan nilai-nilai yang dimasukan oleh orang yang merancangnya. Dengna
demikian, islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus di lakukan terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Ketiga, Islamisasi
ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui penerapan konsep tauhid dalam
arti seluas-luasnya. Tauhid bukanlah dipahami secara teocentris, yaitu
mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang
dimiliki-Nya serta jauh dari sifat-sifat yagn tidak sempurna, melainkan tauhid
yang melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan
manusia dengan segenap ciptaan Tuhan lainnya adalah merupakan satu kesatuan
yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan
wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
Keempat,
Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif pribadi
melalui proses pendidikan yang diberikan
secara berjenjang dan berkesinambungan. Dalam praktiknya tidak ada ilmu agama dan ilmu umum yang disatukan, atau ilmu umum yang diislamkan
lalu diajarkan kepada seseorang. Yang terjadi adalah sejak kecil ke dalam diri
seseorang sudah ditanamkan jiwa agama yang kuat, praktik pengalaman tradisi
keagamaan dan sebagainya.
Setelah itu, kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu
agama yang kuat, diajarkan Al-Qur’an
baik dari segi membaca maupun memahami isinya. Selain itu juga,
diajarkan hubungan antara satu ilmu
dengan ilmu lainnya secara umum. Selanjutnya ia mempelajari berbagai bidang
ilmu dan keahlian sesuai dengan bidang yang diminatinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas, dapat disimpilkan sebagai berikut :
Islam
adalah agama yang sempurna. Sempurna dalam tempat (Syumuliyah al-Makaan),
sempurna dalam waktu (Syumuliyah Az-Zaman) dan sempurna dalam
minhaj/pedoman (Syumuliyah al-Minhaj).
Pada satu tingkat, memahami Islam adalah urusan yang
sederhana. Islam bertujuan menciptakan “perdamaian” melalui kepasrahan kepada
“kehendak Illahi” inilah hakikat makna Islam. Tujuan ini dicapai melalui
keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan mengakui kerasulan Muhammad Saw yang
diikrarkan melalui dua kalimah Syahadat. Aspek-aspek ritual keimanan, yang kita
kenal dengan Rukun Iman dikemas dalam ibadah-ibadah pokok yang dikenal sebagai
Rukun Islam.
Ilmu menempati kedudukan
yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat
Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya
disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk
terus menuntut ilmu.
B. SARAN
Saran
yang dapat penulias sampaikan adalah sebagai berikut :
Sebagai
manusia yang diciptakan oleh Allah, seharusnya kita beriman kepada semua rukun
iman yang telah ditetapkan.
Untuk
menjadi manusia yang lebih baik dari manusia yang lain, seharusnya kita
mempelajari maupun menyeimbangkan antara ilmu urusan duniawi dan akhirat.
Menggunakan
patokan yaitu islam sebagai ilmu merupakan hal yang luar biasa, oleh karena itu
kita harus sungguh-sungguh agar ilmu yang kita miliki dapat bermanfaat bagi
diri kita sendiri maupun orang lain.
DAFTAR
PUTAKA
0 komentar:
Posting Komentar